CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 11 Juli 2016

Tiga Anggota Baru

Lebaran tahun ini jadi sangat sangat sangat berbeda karena keluarga kami mendapat 3 anggota baru. Tepat H-1 Lebaran, Miika melahirkan! Tiga ekor anak kucing gendut, sehat, dan menggemaskan.

Ada cerita lucu di balik proses melahirkannya. Karena sebelumnya aku tidak pernah punya kucing yang dipelihara sejak kecil sampai besar dan hamil hingga dia jadi kucing yang manja sekali, semua tingkah lakunya sebagai tanda-tanda melahirkan tidak bisa kubaca dan kumengerti dengan baik.

Kejadiannya sehabis subuh. Aku turun dari kamar atas, ibuku bilang Miika sudah mengeluarkan cairan (sepertinya air ketuban). Sebelumnya ibuku sudah mengarahkan Miika ke tempat melahirkan yang disiapkan, sekotak kardus dilapisi kain agar hangat--tapi sebelumnya juga Miika membuat tempat itu berantakan, mencakar dasar kardusnya sampai hancur (aku masih menebak-nebak apakah itu semacam sikapnya menolak tempat itu, atau dia berusaha membuatnya lebih nyaman dengan sobekan-sobekan dus, entah). Saat ibuku mengarahkannya ke sana, Miika tampaknya tidak mau (saat itu kupikir tebakanku lebih tepat yang pertama). Miika justru memilih masuk ke lemari rak terbawah--lemari baju orangtuaku. Jadi ketika aku turun dari kamar, dia sudah berbaring di sana dengan wajah tegang (kurasa menahan mulas, seperti ibu-ibu hamil yang sebentar lagi melahirkan), dan semua pakaian orangtuaku yang tadinya ada di sana sudah bertumpuk berantakan di atas tempat tidurnya--kamar orangtuaku mendadak jadi kapal pecah.

Sementara itu ku menyalakan televisi dan menunggu dengan santai, kupikir prosesnya bakal berjalan semulus jalan tol. Tinggal biarkan dia sendirian di dalam lemari, mungkin beberapa menit kemudian aku sudah melihat anak-anak kucing sedang menyusu pada induknya. Ternyata dugaanku salah besar. Hanya berselang sekian menit sejak aku menyalakan televisi dengan niat bersantai sambil menunggunya, Miika tiba-tiba berjalan keluar lemari masih dengan perut gendut, menggesek-gesek badannya pada kakiku, menyundul-nyundul kepalanyanya ke betisku, mengeong dengan suara yang membuatku kasihan mendengarnya.

Ya ampun, kupikir ini bakal mudah. Dia belum melahirkan dan mengeong seakan minta bantuan padaku. Apa yang bisa kulakukan? Akhirnya aku hanya mengelus-elus perut dan kepalanya, kuharap dia menjadi sedikit tenang dengan sentuhan-sentuhan itu. Dan ketika perhatianku teralih karena ibuku mengajak bicara, aku tidak sadar Miika berjongkok di hadapanku seperti posisinya kalau mau buang air. Ya ampun, aku tidak akan sadar apa yang dia lakukan kalau ayahku tidak menunjuknya. "Udah keluar, tuh."

Benar saja. Ketika perhatianku penuh kembali padanya, aku bisa melihat kepala anaknya sudah muncul. Aku panik--tentu saja, siapa yang bakal mikir seekor kucing tiba-tiba mengeluarkan anaknya di depan matamu. Ayahku menyuruhku memindahkannya. Ibuku berseru-seru panik, menyuruhku hal yang sama tapi tidak mau membantuku karena takut menyentuh Miika. Dengan kepanikan luar biasa aku tidak pikir panjang lagi, langsung mengangkatnya (dengan memegang bagian ketiaknya) sementara kakinya menggantung dengan kepala anaknya yang menyembul di sela-sela kaki. Ibuku berteriak, "Awas, anaknya nanti jatuh!" Dengan suara tinggi yang membuatku semakin panik, dan lagi-lagi tanpa membantuku. Aku tak punya ide lain bagaimana membawa Miika tanpa anaknya berisiko jatuh, maka kupegang saja kedua kakinya sehingga tanganku tanpa bisa dihindari terkena cairan kental yang keluar dari sana, entah darah atau yang lain. Kumasukkan Miika ke dalam lemari. Aku tidak bisa membuatnya jongkok seperti saat tadi (kupikir posisi itu membuatnya lebih mudah mengeluarkan anak-anaknya), sehingga dia hanya berbaring dengan perut gendutnya bergerak naik-turun tidak teratur, pelan-pelan mengeluarkan anaknya. Aku mengelus perutnya pelan dan lembut, sekali lagi kuharap sentuhan itu bisa membuatnya tenang. Setelah sekian menit, anak pertamanya berhasil keluar dengan utuh. Miika berpindah posisi ke sudut lemari dan menjilati anaknya yang masih basah diselimuti cairan kental dan lengket.

Aku bernapas lega, terharu melihat semua yang sudah terjadi itu langsung di depan mataku. Tapi ini belum selesai, karena kucing idealnya melahirkan anak lebih dari satu. Melihat perutnya, aku dan ibuku sudah menebak-nebak. Kubilang anaknya tiga ekor, kehamilan pertama mungkin tidak akan terlalu banyak. Ibuku menebak lima. Daaaan ... tebakankulah yang benar!

Miika melahirkan tiga ekor anak kucing. Proses kelahiran yang ke dua dan tiga tidak kusaksikan karena jaraknya ternyata cukup lama. Aku sampai bosan menungguinya di depan lemari, jadi kulanjutkan acara menonton TV--sambil sesekali mengintip ke dalam lemari.

Bayi kucing yang lahir pertama berbulu hitam dengan sedikit corak putih di wajahnya dan kaki-kaki mungilnya sehingga kucing kecil ini kelihatan seperti memakai dua pasang kaus kaki putih. Menggemaskan. Aku pernah berharap punya 'kucing kaus kaki', dan sekarang harapanku terkabul. Hihii senangnya~. Dan aku tidak tahu mana yang lebih dulu di antara ke dua anak yang lain. Satunya bercorak mirip sekali dengan yang pertama, dominan hitam dan putih di kakinya, yang membedakan hanya corak putih di wajah; yang ini coraknya di bagian bawah wajahnya. Dan satu ekor lagi berbulu antara abu-abu belang dan cokelat (sulit menjelaskan jenis warna apa dia), tapi yang pasti si meong satu ini yang paling berbeda di antara kedua saudaranya. Aku menamakan si hitam-putih yang pertama Oreo. Hitam-putih yang lain kunamakan Sera. Dan si belang-cokelat kunamakan Bambee.

Rasanya tidak sabar menunggu mereka besar untuk diajak main :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar