CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 02 Juli 2016

Miika Kesayangan

Miika namanya, kucing kampung berbulu belang gelap, kucing kesayangan di rumah kami. Dia mendatangi rumah kami ketika usianya mungkin sekitar 3 atau 4 minggu (aku tidak tahu pasti), masih kucing kecil yg ringkih, kesepian, sendirian. Dia datang saat subuh hari, mengikuti adikku pulang dari masjid. Dia takut-takut masuk ke rumah kami, mungkin beberapa pengalaman-diusir mengajarkannya untuk hati-hati terhadap manusia dan tempat tinggalnya. Aku ingat itu hari Sabtu tahun yang lalu, tapi aku lupa di bulan September atau Oktober, minggu ke berapa. Namun itu tidak penting lagi karena kucing kecil itu telah menjadi anggota keluarga kami sejak hari itu.

Kedatangan Miika seakan menjadi hadiah yg dititipkan Allah padaku, karena sudah lama sekali aku ingin memelihara kucing. Tapi aku tahu ibuku tak akan pernah merestui. Baginya kucing adalah hewan yg jorok, bulunya rontok di mana-mana, suka mencakar kursi--yg lebih gawat lagi, suka mencuri makanan di dapur. Namun kemudian entah apa gerangan membuat ibuku pelan-pelan berubah pikiran. Mungkin sebab populasi tikus-tikus yg lebih menjijikkan semakin subur di ranah dapur dan gudang, itu membuat ibuku lama-lama jengah. Sepertinya ada hikmahnya juga banyaknya tikus di rumah kami--aku mendapat kesempatan untuk memelihara kucing *bersorak dalam hati*. Tapi prosesnya tidak secepat itu. Aku masih perlu bersabar karena ibuku tidak mau sembarang pungut anak kucing di jalan. Di lain cerita, kucing jantan berwajah lucu di tempat kerjaku yang lama sedang sekarat, tidak lama kemudian mati mengenaskan entah sebab apa. Namanya Betrand. Tahu kenapa diberi nama itu? Katanya sih karena bulunya bule (cokelat kekuningan). Agak maksa ya? Haha. Tapi mengenang kelucuan Betrand hanya membuatku sedih mengingat akhir hidupnya. Yang berhubungan dengan cerita ini adalah kucing betina pacarnya Betrand sedang hamil besar ketika dia mati. Temanku menawarkan anak-anaknya padaku saat lahir nanti. Dan begitu dua anak Betrand lahir, aku tak juga punya kesempatan untuk mengambilnya. Sampai akhirnya hari Sabtu pagi yang cerah itu tiba, ketika Miika datang ke rumah kami.

Ada kejadian lucu di hari pertama Miika datang. Dia buang air. Kalian tahu di mana? Persis di atas tempat tidur orangtuaku! Ya ampun, aku paniknya bukan main. Saat itu orangtuaku sedang tidak di rumah. Langsung cepat-cepat kucuci seprai yang kotor itu. Dalam hati aku mengeluh, bertanya-tanya, apakah ibuku akan mengusir Miika karena kotoran 'selamat datang'nya di seprai ibuku setelah penerimaan yang hangat.... Kutatap Miika dengan lirih, mengucap meskipun dia tidak mengerti bahasaku, "You're in big trouble, little girl." Ketika ibuku pulang dan mengatahui kejadiannya (mau tak mau aku ceritakan, karena aku tak punya alasan lain mengapa seprai tiba-tiba diganti), rasanya seperti seember air sejuk menyiram sekujur tubuhku. Lega. Ibuku hanya tertawa, tidak marah sama sekali. Ajaib. Aku tidak mengerti, ini seperti sebuah keajaiban, tapi aku tidak akan membahas itu lebih panjang atau ibuku akan berubah pikiran.

Aku tahu Miika perlu diajarkan untuk buang air pada tempatnya. Beberapa waktu lalu aku pernah membaca-baca artikel tentang memelihara kucing di internet, aku ingat pernah ada yang membahas bagaimana melatih kucing peliharaan agar terbiasa buang air di tempat yang disediakan. Aku ikuti saran itu. Kubuat toiletnya sendiri dengan baki plastik bekas, kuisi penuh dengan pasir kering, kuletakkan itu di bawah tangga (posisinya pas terhalang dari pandangan orang-orang). Itu bagian mudah. Hal sulitnya adalah membuatnya mengerti dia hanya boleh pup di sana. Butuh proses dan kesabaran. Aku mempelajari gerak-gerik Miika setiap dia mau buang air. Kelihatannya dia akan menuju tempat yang sama saat pertama kali dia melakukannya. Tempat tidur ibuku! Tidak lagi, Miika. Jadi setiap kali dia berjalan ke kamar ibuku, aku langsung menggendongnya ke pasir. Dia turun dan berlari kembali ke kamar, buru-buru aku menutup pintu. Dan aku kembali menaruhnya di atas pasir. Kejadian ini bisa berulang-ulang, tidak mungkin bisa berhasil di percobaan pertama. Awalnya dia sepertinya bingung, tapi kurasa setiap kucing mengenali secara alamiah bahwa pasir adalah 'toilet'nya. Rasanya bahagia melihat dia pup di pasir yang sudah kusediakan. Apalagi ketika dia dengan sendirinya berjalan dengan kaki-kaki mungilnya ke pasirnya atas inisiatifnya sendiri setiap mau pup. Ah, senangnya. Aku seperti seorang ibu yang berhasil mendidik putri kecilnya bisa cebok sendiri :"3

Cerita tentang Miika masih amat sangat panjang. Tapi aku sekarang tidak punya waktu sebanyak itu untuk menuliskannya. Mungkin lain kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar