CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 25 Januari 2018

Jalan-Jalan Ke Lombok [Part I] : Eksplorasi Gili Trawangan

Daripada Bali, aku lebih kepingin liburan ke Lombok. Entah kenapa ya, mungkin masalah selera sih. Meskipun belum pernah ke Bali, aku merasa kesan dari pulau itu adalah ramai, udah terlalu banyak jadi pilihan destinasi wisata, dan (denger-denger) pantainya udah lumayan tercemar. Sementara Lombok, agaknya lebih banyak spot-spot yang masih alam terbuka banget seperti Pantai Pink dan Gunung Rinjani.

Akhirnya kesempatan untuk ke sana pun tiba. Horeee!

Pulau Lombok dan 3 Gili yang tampak dari
ketinggian pesawat
Sebenarnya acara jalan-jalan ke Lombok ini disponsori oleh kantor. Agenda meeting tahunan yang biasanya diselenggarakan di luar kota. Tahun ini diadakan di Mataram, Lombok. Dengan 3 hari agenda meeting, sisa 2 hari acara senang-senang. Sayangnya karena waktu untuk travelling-nya terlalu sedikit, kami nggak banyak mengeksplorasi destinasi wisata di Lombok. Kami pun harus puas hanya dengan menikmati Gili Trawangan dan city tour Kota Mataram. Padahal udah ngebayangin guling-guling di merah mudahnya pasir Pantai Pink, atau liat sunrise di puncak Gunung Rinjani xD

Fyi, Lombok memiliki 3 gili yang selalu jadi pilihan destinasi favorit para wisatawan, terutama para bule nih. Nama gili sendiri artinya pantai. Yang terkenal dari ketiganya adalah Gili Trawangan. Pulaunya yang berukuran paling besar (lihat di foto samping). Ini adalah gili yang paling ramai dikunjungi wisatawan, kebanyakan oleh anak-anak muda terutama pada saat musim liburan. Karena pilihan hiburan yang tersedia bersifat sporty, seperti snorkeling, scuba diving, dll, ditambah live music yang berlangsung sepanjang malam. Sedangkan pulau yang terletak di tengah adalah Gili Meno. Ini cocok untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Bernuansa tenang dan romantis. Juga cocok untuk wisatawan yang ingin berelaksasi di tengah kesunyian. Sementara pulau ketiga bernama Gili Air. Ini lebih sesuai untuk wisatawan yang datang bersama keluarga. Karena di pulau ini paling banyak dihuni oleh penduduk. Fasilitasnya lengkap, mulai dari tempat penginapan, sarana hiburan, serta rumah ibadah. Transportasi juga memadai.

Jumat pagi, kami sarapan terakhir di hotel tempat kami menginap selama meeting di Mataram. Sekitar pukul 7, kami berangkat dengan bus menuju dermaga (apa ya namanya, letaknya di daerah Senggigi). Dari sana kami menaiki perahu cepat menyebrang ke Gili Trawangan. Dengan kondisi angin kencang dan ombak lumayan besar, perahu cepat kami berlompat-lompatan seperti kelinci. Seru. Kalau kalian pernah naik Kora-Kora di Dufan, nah sensasinya hampir persis. Tapi ini tanpa sabuk pengaman apapun, jadi rasanya lebih tegang lagi. Apalagi isi rombongan kami kebanyakan perempuan. Bisa bayangkan sendiri bagaimana riuhnya. Untung aja sih abang-abang pengemudi perahu cepat nggak jengkel sama kelakuan kami, kan ngeri juga kalau tiba-tiba kami diceburin ke tengah laut gara-gara kelewat histeris.

Perahu cepat bertenaga motor, transportasi utama yang dipakai
untuk menyeberang Mataram - Gili (Trawangan, Meno, Air).

Perjalanan menyebrang sekali tempuh memakan waktu sekitar 15-20 menit, tergantung ukuran perahu. Pada saat berangkat, rombonganku dapat bagian di perahu cepat yang ukurannya lebih kecil, muat menampung sekitar 10 orang. Perjalanan dengan perahu yang lebih kecil ini memakan waktu kurang lebih 20 menit. Sementara perahu yang lebih besar dengan kapasitas 20 orang bisa menempuh perjalanan 10 menit lebih cepat.

Goyangnya perahu nggak membuatku mabuk laut. Untunglah. Sudah beberapa kali naik perahu dengan goyangan kencang seperti ini nggak membuatku pusing. Justru waktu dulu naik kapal besar dalam perjalanan pulang kampung (sudah bertahun-tahun yang lalu, waktu masih bocah), aku nggak bisa ke mana-mana, maunya tiduran aja di dalam kapal karena mabuk laut parah. Entah faktor umur, atau memang kali ini aku lebih menikmati perjalanan ini, lebih fokus ke keindahan lautan Lombok, sehingga kepalaku nggak sempat dibuat pusing xD

Setibanya di Gili Trawangan, kami langsung memulai agenda eksplorasi dengan snorkeling! Kami digiring oleh pemandu wisata menaiki perahu kayu untuk menepi ke tepi pantai, memakai peralatan snorkeling seperti pelampung dan goggle beserta selang pernapasannya. Yang aku heran, kami tidak dilengkap dengan sepatu katak. Seingatku waktu snorkeling di Pulau Tidung dulu, kami memakai sepatu katak seperti penyelam profesional. Oke, lupakan saja. Karena inti hari ini adalah bersenang-senang!

Perahu kami membelah lautan menuju sedikit ke tengah. Sebenarnya aku agak bingung juga, lama kami berputar-putar di atas air, entah mencari spot bagus atau apa, sudah begitu ombaknya besar, sesekali perahu kami terhantam cukup keras hingga rasa-rasanya seperti mau terbalik. Cuaca di langit juga sedikit mendung, gerimis menerpa wajah bersama tampias air laut yang diterjang perahu kami. Kabar baiknya, dengan sinar matahari yang nggak begitu terik nggak membuat kulit para gadis jadi belang. Hahaha!

Begitu perahu berhenti, kami semua menceburkan diri ke air. Bukan menceburkan diri sih, lebih tepatnya turun pelan-pelan lewat tangga di sisi perahu *hahahaa... Maklum saja lah, bagi sebagian besar dari kami, snorkeling adalah pengalaman pertama. Agak takut juga nyebur ke air. Untukku, ini sudah pengalaman ke dua setelah trip ke Tidung beberapa tahun yang lalu. Tapi tetap aja nggak ada bedanya untuk orang yang nggak bisa berenang sepertiku. Lebih baik cari aman, turun pelan-pelan ke air via tangga xD

pasukan biru-kuning

pasang gaya tetap nggak lupa :p

Entah spot tempat kami snorkeling ini salah pilih, atau memang seluruh tempatnya seperti itu. Menurutku pribadi, masih lebih bagus pemandangan bawah lautnya Pulau Tidung. Di sini jarak dari permukaan air ke bawah terlalu jauh, karang tidak terlalu bisa dilihat dengan jelas. Dan untuk orang yang nggak bisa berenang sepertiku, meluncur ke bawah adalah persoalan sulit. Jadi intinya selama kurang lebih 30 menit itu kami cuma berendam aja di atas air laut, foto-foto, ketawa-ketawa (karena excited sama pengalamannya), habis itu naik lagi ke atas perahu setelah seluruh badan pegal dipaksa berenang. Hahaha... Makanya kubilang intinya bersenang-senang xP

Kembali ke daratan. Sambil menunggu para lelaki menunaikan Sholat Jumat, kami para perempuan berbilas, rapi-rapi, dan menikmati santap siang. Nggak bisa dibilang menikmati juga sih, makanannya jujur nggak enak. Kalau ini masalah selera, toh mungkin cuma aku dan segelintir orang yang bilang begitu. Tapi ini hampir semua orang. Kata orang, perut lapar membuat makanan apapun terasa enak. Mungkin kali ini pengecualian.

Tiba waktunya kami menuju ke hotel. Mbak pemandu wisata kami bilang, hotel ini termasuk salah satu hotel termahal di Gili Trawangan. (Lumayan juga liburanku kali ini, sudah dibayarin kantor, dikasih tempat nginap termahal pula xD). Dari tempat makan siang menuju hotel, kami menaiki cidomo. Itu adalah kendaraan sejenis delman, kereta kayu yang ditarik seekor kuda. Cidomo merupakan transportasi utama yang dipakai sehari-hari di pulau ini, karena di sini nggak diperkenankan memakai kendaraan bermotor demi udara bebas polusi. Kata mbak pemandu kami, cidomo itu terdiri dari akronim 3 benda, cikar, dokar, motor. Disebut motor karena rodanya menggunakan ban mobil. Sensasinya sama saja seperti naik delman. Satu cidomo bisa menampung 4 orang (ditambah 1 orang kusir yang duduk di depan).

Jalanan di pulau ini sayangnya belum dibuat mulus. Masih tanah berbatu-batu, kadang cerukan dalam yang terisi air genangan. Sudah kudanya lari macam orang kebelet pipis, jalanannya nggak rata. Kami harus pegangan kuat-kuat biar nggak kelempar jatuh. Setelah di atas cidomo, aku baru paham mengapa pemandu wisata meminta kami hanya membawa satu tas berisi pakaian seadanya. Kebayang repotnya jika kami membawa koper sebesar-besar itu ke atas cidomo.

Hotel yang dibilang tempat menginap termahal di Gili Trawangan itu ternyata memang tempatnya betulan bagus. Kamar-kamarnya dibuat seperti pondokan, tata letaknya diatur seperti komplek perumahan yang asri tertutup pepohonan. Suasananya sejuk dan tenang. Tapi begitu malam terasa agak seram juga sih. Lampu penerangan nggak dibuat maksimal. Hotel menyediakan sewa sepeda buat yang merasa terlalu jauh menempuh jarak dari kamar menginap ke pantai. Mereka juga punya kolam renang di halaman depan. Teman sekamarku, seperti belum puas basah-basahan di laut, tiba di hotel langsung nyebur ke kolam. Sementara aku dan yang lain lebih memilih beristirahat di kamar.

Kamar kami lumayan nyaman. Furniturnya serba kayu, membuatku merasa seperti menginap di sebuah pondok betulan. Kamar mandi dan toilet letaknya di belakang, dengan atap terbuka. Buat kami yang nggak terbiasa, mau mandi atau buang air jadi agak was-was. Untungnya udara di pulau ini nggak terlalu dingin, jadi kami nggak perlu menggigil mandi di "alam terbuka" xD

Sore harinya ceritanya mau menunggu matahari tenggelam. Setelah rapi-rapi, kami langsung menuju pantai yang letaknya persis di depan hotel. Menurut mbak pemandu kami, ikon yang paling dicari di Gili Trawangan adalah ayunan yang letaknya persis di bibir pantai. Tapi sore itu laut sedang pasang, ketinggian air bertambah beberapa sentimeter hingga merendam ayunan setinggi paha orang dewasa. Kalau saja aku tahu begitu, aku bakal datang dengan baju basah bekas snorkeling tadi siang. Supaya nggak pakai takut basah berfoto ria sambil main air di ayunan. Berhubung baju yang kupakai saat itu tinggal satu-satunya yang kering, terpaksa aku memendam hasrat untuk ikut senang-senang bersama yang lain.

(Tapi pagi esok harinya, air laut surut hingga bermeter-meter ke belakang. Permukaan air laut yang merendam bibir pantai jadi dangkal. Tampak sekali hamparan kecokelatan menyembul di permukaan. Pagi itu akhirnya aku punya kesempatan berfoto cantik di atas ayunan ikonik ini. Tapi maaf saja, fotonya khusus konsumsi probadi :P)

Ayunan Ombak Sunset, tempat ikonik yang paling
dicari dan jadi tempat favorit berfoto para wisatawan

cuma bisa mengabadikan keceriaan teman-teman dari pinggir
pasir :")

Dan satu lagi yang kusayangkan dari sore hari itu adalah kami nggak bisa melihat indahnya matahari terbenam karena tertutup awan. Memang seharian langitnya kurang cerah, lebih sering mendung dan gerimis halus.

Padahal udah ngebayangin bakal dapat foto sunset yang keren.
Jadinya cuma begini :(

Makan malam kami cukup romantis. Hotel "memindahkan" restoran ke tepi pantai. Meja-meja bundar diatur sedemikian rupa di atas hamparan pasir, dipercantik dengan lampu-lampu gantung yang dipasang dengan galah bambu. Debur ombak dan semilir angin yang bertiup-tiup menambah meriah suasana. Dan tidak lupa kami ditemani live performance dari band lokal (suara vokalisnya renyah bikin nagih xP).

Setelah beberapa jam menetap di Gili Trawangan, aku merasa deja vu dengan Pulau Tidung. Suasananya mirip-mirip. Pulau kecil. Pantai. Pasir Putih. Laut jernih. Pepohonan nyiur. Lalu-lalang sepeda. Bedanya di Tidung sudah jauh lebih ramai bangunan-bangunan penginapannya (dan rumah penduduk juga). Dan maaf saja, lautnya sudah cukup tercemar dengan banyaknya sampah yang jika dilihat dari kejauhan tampak seperti pulau.

Di Gili Trawangan, tentu saja kebersihan lautnya masih terjaga. Juga di sini masih cenderung sepi, masih banyak lahan kosong yang hanya berisi hamparan pohon nyiur. Tapi tempat hiburan di sini cukup menjamur, terutama di pinggiran pantai. Kelab-kelab yang menyuguhkan live music atau DJ performance, dan yang pasti menyediakan minuman beralkohol. Makanya aku agak ngeri juga jalan malam-malam. Nggak seperti beberapa teman yang memilih keluar cari hiburan ala bule lantas pulang hampir pagi. Lebih baik aku bobo manis di hotel setelah perut kenyang. Karena besok harinya kami masih punya agenda city tour. Kembali ke Kota Mataram!


bersambung...


p.s. foto-foto dalam postingan ini adalah dokumentasi pribadi, mohon untuk tidak mengambil sembarangan tanpa izin dari penulis/pemilik blog