CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 23 Juni 2018

Proses Per(panjang)an SIM

Tulisan ini kuposting tujuannya untuk catatan pribadi. Supaya lima tahun ke depan di saat aku perlu perpanjang SIM lagi, tinggal buka blog buat belajar dari pengalaman sebelumnya. Buat temen-temen yang mungkin perlu panduan untuk keperluan yang sama, silakan dipelajari sebagai gambaran. Setiap kantor cabang kepengurusan SIM di masing-masing daerah mungkin menerapkan prosedur yang berbeda. Tapi dengan membaca pengalamanku hari ini, setidaknya ada bayangan apa saja yang perlu dipersiapkan.


1. Datang sepagi mungkin
Pas hari ini aku datang adalah hari Sabtu. Pikirnya sih nggak banyak orang, makanya aku santai aja berangkat dari rumah. Ternyata ekspektasi dan realita selalu berjalan tidak seimbang. Aku sampai sana sekitar jam 8.30 pagi, UDAH RAME DONG!

Kayaknya sih ini efek pasca libur panjang Lebaran. Selain itu, dengar-dengar ada isu mulai tanggal 25 Juni nanti untuk pembuatan SIM baru maupun perpanjang bakal ditambah dengan psikotest. Nah, pasti orang-orang mikirnya lebih baik perpanjang sebelum tgl 25. Jadilah pasien-pasien SIM ini bertumpuk di SAMSAT Kebon Nanas di Sabtu pagi yang cerah tapi gerah ini.

Saranku buat next time, mau hari apapun usahakan datang pagi biar dapat nomor urut awal. Bahkan kalau perlu sebelum pintu loket dibuka udah stand by dengan cantiknya :D


2. Fotokopi SIM dan KTP
Dua dokumen ini adalah hal terpenting yang dibutuhkan untuk perpanjang SIM:
  • SIM 2 lembar
  • KTP 2 lembar
Lebih baik kamu siapkan dari rumah. Jangan fotokopi di sana! Memang sih ada layanannya, TAPI SANGAT TIDAK DIREKOMENDASIKAN. Kenapa? Kalau di tukang fotokopi pinggir2 jalan, bikin salinan SIM dan KTP masing-masing 2 lembar cukup bayar 500 perak. Tapi di sana, cuma buat masing-masing 2 lembar kamu harus keluar uang Rp5000. Kan sayang juga. Udah gitu pake ngantre. Mending disiapkan semuanya dari rumah, sampai sana tinggal ambil nomor dan duduk manis tunggu dipanggil ;)


3. Cek Kesehatan
Begitu sampai di kantor SAMSAT, segera ambil nomor urut untuk pemeriksaan kesehatan. Di SAMSAT Kebon Nanas Jakarta Timur, ruang pemeriksaan kesehatan letaknya ada di paling kanan dari depan, tempatnya menjorok ke belakang (lebih belakang dari tempat fotokopi). Ambil nomor urut di situ. Sebaiknya sih tunggu dipanggil juga di situ, jangan ke mana-mana. Pemeriksaannya cepat kok. Paling-paling 20 menit.

Dibilang pemeriksaan kesehatan pun sebenarnya cuma tes buta warna. Itu loh, melihat angka-angka berwarna di dalam warna. Seperti ini nih:





Di sini dikenakan biaya Rp25.000,00. Uang pas ya! Takut ibu dokternya nggak punya kembalian :p
Nanti dikasih kertas hasil cek kesehatan warna pink. Jangan sampai hilang, itu bakal diserahkan ke loket pendaftaran.


4. Loket Asuransi
Antrean berikutnya di loket ini. Yang harus diserahkan hanya fotokopi SIM dan KTP masing-masing 1 lembar. Biayanya Rp30.000,00. Selain bukti pembayaran asuransi dan kartunya untuk kita pegang, kita juga akan dikasih 2 lembar dokumen untuk diserahkan ke loket pembayaran biaya SIM. Di sana nyebutnya sih loket BRI, jadi jangan bingung ya gaes.


5. Loket BRI
Ini yang kubahas di poin sebelumnya. Khusus di loket ini nggak ada antrean karena prosesnya cukup cepat. Tinggal menyerahkan dokumen yang dikasih dari mbak petugas di Loket Asuransi, membayar biaya Rp75.000,00 untuk SIM C dan Rp80.000,00 untuk SIM A. Setelah itu kita dikasih dua bukti bayar, dua2nya dipegang jangan sampai hilang pokoknya.


6. Pendaftaran
Udah ngantre panjang kok baru sampai di loket pendaftaran? Ya, begitulah... Dengan bahasa mudahnya, proses2 panjang sebelum ini tuh cuma untuk menyiapkan dokumen pelengkap (hasil cek kesehatan, bukti bayar asuransi, dan bukti bayar biaya perpanjangan SIM).

Di loket ini, dokumen yang sudah kita punya harus diserahkan semua, jangan lupa fotokopi SIM dan KTP masing-masing 1 lembar lagi. Dokumen dicek oleh petugas, setelah komplit, semua distapler jadi satu bersama formulir warna biru yang harus kita isi lebih dulu. Formnya seperti ini:


Setelah formulir biru ini selesai diisi, dikembalikan lagi di loket tempat mengambilnya. Tunggu beberapa menit dipanggil untuk dapat nomor urut foto profil dan identifikasi data.


7. Foto dan identifikasi data
Dari pengisian formulir ke foto profil ini nunggunya lumayan lama. Bukan lumayan lagi sih sebenernya. Hari ini aku nunggu kurang lebih 2 jam. Dari duduk cantik di ruang tunggu, ngobrol sama pasien perpanjang SIM lain, bahkan sampai keluar cari makan. Udah balik pun masih nunggu lama lagi belum dapat giliran juga.

Denger-denger sih orang yang awal-awal dipanggil masuk untuk foto itu punya orang dalam atau pakai calo, entahlah. Sampai ada yang protes keras, makanya akhirnya orang-orang yang melewati prosedur resmi baru bisa dipanggil *pleasedehIndonesia *kapanmajunyakaloginiterus

Begitu nomor urutmu dipanggil di ruang foto, masuklah dan duduk dengan manis. Kamu bakal ditanya-tanya sedikit sama petugasnya. Tenang, jangan tegang. Pertanyaan identifikasi aja kok, cuma untuk memastikan data-data di dalam SIM kamu masih sama dengan data lama. Seperti alamat tempat tinggal, pekerjaan, tinggi badan, dll. Seandainya ada perubahan, bisa langsung diperbarui saat itu juga. Setelah itu kamu difoto. Jangan lupa pasang foto secantik/ganteng mungkin. Kalau perlu, dandan dulu sebelum masuk ruang foto *wkwkwk. Biar nggak menyesal nanti begitu liat fotomu di kartu SIM baru. Ini peringatan serius.

Selain foto, kamu juga harus menempelkan sidik jari dan tanda tangan digital di mesin khusus. Buat orang-orang yang sidik jari tangannya tipis sepertiku bakal agak susah. Aku harus mengulang sekali lagi hanya karena sidik jarinya nggak muncul di data base waktu pengambilan SIM baru. Bukan cuma menempelkan sidik jari ulang. Tapi juga foto dan tanda tangan, diulang lagi. Untungnya sih nggak perlu ngantre dari awal, hehee...


8. SIM baru!
Dari ruang foto, kamu tinggal tunggu sebentar untuk dipanggil ke loket sebelah. Di situ tempat pengambilan SIM baru. Cepat kok, paling-paling nggak sampai 10 menit. Nah seperti yang kuceritakan di poin sebelumnya. Asal data-datamu masuk ke data base, kamu nggak perlu mengulang ke ruang foto seperti aku.

Pada saat penyetakan kartu SIM, petugasnya bakal menambahkan pelapis anti gores macam yang ada di ponsel-ponsel layar sentuh. Tapi nggak gratis loh, kamu bakal dikenakan biaya Rp5.000,00. Sebenarnya itu pilihan. Kamu bisa bilang nggak perlu dipasang kalau memang nggak mau. Karena petugasnya nggak bilang apa-apa waktu pemasangan, lebih baik kamu cepat-cepat bilang supaya jangan dipasang. Jangan diem-diem bae, tapi nantinya ngedumel pas ditagih duit tambahan :p


Info tambahan:
Dari obrolan-obrolan dengan sesama pasien perpanjang SIM seharian tadi, mereka bilang mengurus perpanjangan SIM di mobil keliling lebih simpel. Cuma perlu menyerahkan fotokopi SIM dan KTP, foto di tempat, biayanya pun sama. Tapi kamu nggak perlu antre panjang dan ribet seperti aku hari ini. Yang perlu diingat, kamu harus tahu tempat-tempat nongkrongnya mobil SIM keliling ini. Risikonya ya udah sampai di tempat, eh tahu-tahu mobilnya nggak ada. Hehe....
Nggak ada salahnya dicoba kok. Kalau nggak ketemu mobilnya ya tinggal ke kantor SAMSAT wilayah masing-masing deh, ditambah siapkan mental ngantre panjang dan kesabaran tanpa batas :))

Demikian perjalanan panjangku mengurus perpanjangan SIM dari kantor SAMSAT Kebon Nanas Jakarta Timur.
Semoga bermanfaat...

Kamis, 21 Juni 2018

Go Back Couple

 Judul: Go Back Couple/Confession Couple
Genre: Romance, Fantasy
Sutradara: Ha Byung Hoon
Penulis Naskah: Kwon Hye Joo
Channel: KBS2
Jml. Episode: 12
Periode Penayangan: 13 Oktober s/d 18 November 2017
Pemain Utama:
Son Ho Jun sebagai Choi Ban Do
Jang Na Ra sebagai Ma Jin Joo
Pemain Pendukung:
Jang Ki Young sebagai Jung Nam Gil
Ko Bo Gyeol sebagai Min Se Young
Lee Yi Kyung sebagai Go Deok Jae
dkk...


Sinopsis

Rumah tangga Choi Ban Do dan Ma Jin Joo yang telah berjalan selama hampir 20 tahun harus berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan. Dua-duanya merasa sama-sama tidak bahagia, dua-duanya sama-sama menyesal telah bertemu dan jatuh cinta. Keduanya pun memutuskan untuk bercerai. Masing-masing melepaskan cincin pernikahan. Choi Ban Do melemparnya keluar jendela kamar, sementara Ma Jin Joo membuangnya di tengah jalan. Dan malam itu terjadi sebuah keajaiban, cincin pernikahan mereka lenyap. Apa yang terjadi? Ketika Choi Ban Do dan Ma Jin Joo terbangun di pagi harinya, mereka menyadari bahwa waktu telah berputar ulang ke masa 20 tahun yang lalu, hari sebelum mereka bertemu dan saling jatuh cinta.



Ulasan (warning: hati-hati spoiler!)

Tadinya sih nggak ada niatan nonton drama ini. Melihat dari judulnya saja aku kurang tertarik. Go Back Couple? Terdengar seperti kisah cinta yang bakal sangat klasik: sepasang mantan yang kemudian CLBK. Daftar pemainnya juga nggak bikin aku kepo sama drama ini. Yang kukenal cuma Jang Na Ra (yang belum pernah kutonton drama2nya). Paling-paling Lee Yi Kyung alias Junki si “gwenchana gwenchana” dari Waikiki yang akting bodornya bikin kangen *ngakak. Itu sebenarnya yang bikin aku pada akhirnya nonton Go Back Couple. Bingung mau nonton apa (padahal stok K-drama di harddisk lumayan banyak yang belum kesentuh). Trus ngelirik Go Back Couple cuma karena pingin liat si Junki jadi gondrong *ngakaklagi

Eh, tapi setelah aku (baca: terlanjur terpaksa) nonton drama ini, ke sininya malah baper. Ceritanya ternyata bagus. Nggak hanya mengedepankan persoalan cinta antara sepasang mantan menuju proses balikan, tapi juga pelajaran tentang hidup yang bisa diambil hikmahnya *duileh.

Aku suka bagaimana drama ini membuka ceritanya dengan ilustrasi dari tokoh wanitanya, bahwa happily ever after begitu sepasang kekasih menikah hanyalah milik cerita-cerita romantis dalam drama dan film, alias nggak nyata. Karena pernikahan bukanlah akhir dari kisah cinta, melainkan awal dari perjalanan cinta sesungguhnya. Bagaimana pasangan yang saling mencintai itu diuji dalam kesetiaan, dalam sulitnya membangun kepercayaan satu sama lain, juga dalam lelahnya membesarkan anak. Tidak selamanya adalah hari-hari bahagia, tidak selamanya penuh dengan momen-momen manis. Tapi di dalam sebuah pernikahan juga dibutuhkan pengorbanan yang banyak.

Pada awal cerita, diperlihatkan Choi Ban Do dan Ma Jin Joo telah gagal melewati ujian itu. Mereka masing-masing terlalu lelah dengan begitu banyak pengorbanan yang mereka berikan, tidak mampu lagi saling memahami, sehingga kesalahpahaman berujung pada hilangnya rasa percaya. Mereka merasa tidak bahagia lagi hidup bersama, hingga pada akhirnya memutuskan bercerai dengan gegabah. Kupikir ini adalah gambaran dari sekian banyak problematika perceriaian di kehidupan nyata. Boleh jadi mereka memilih berpisah bukan karena tidak ada lagi cinta di antara mereka, tapi karena masing-masing sudah terlalu lelah untuk saling memahami seperti Choi Ban Do dan Ma Jin Joo.

Beruntungnya Choi Ban Do dan Ma Jin Joo hidup dalam kisah drama Korea. Penulis naskah membuat mereka kembali ke masa lalu, 20 tahun sebelum perceraian mereka yang menyakitkan. Hari ketika mereka masih belia, muda dan penuh semangat dalam kehidupan kampus. Tubuh dan kehidupan mereka kembali muda, tapi ingatan mereka utuh. Pikiran mereka di usia 38 tahun seolah pindah ke masa 20 tahun sebelumnya. Kebayang nggak bagaimana jika anak muda pikirannya terlalu tua. Boleh jadi anak-anak muda yang kadang mikirnya ketuaan sebenarnya adalah diri mereka di masa depan yang kembali ke tubuh mereka masa lalu? *apaandeh

Choi Ban Do dan Ma Jin Joo masing-masing merasa itu adalah kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki nasib. Keduanya (meski nggak janjian) sepakat untuk tidak saling bertemu. Mereka menghindari hari kencan buta yang mana menjadi hari pertama mereka bertemu dan jatuh cinta di masa itu. Tapi yang namanya jodoh nggak ke mana sih, Ban Do dan Jin Joo ketemu juga. Bahkan ketika pemilihan acak untuk menentukan pasangan kencan masing-masing, Ban Do ujung-ujungnya ngambil sapu tangan Jin Joo (dengan kata lain dia akan berpasangan dengan pemilik benda yang diambilnya itu).

Mengingat apa yang terjadi pada mereka di masa mendatang, Ban Do dan Jin Joo sama-sama memilih tidak melanjutkan kencan. Kekecewaan dan penyesalan yang mereka bawa dari masa depan pun menjadi alasan kebencian mereka satu sama lain. Boro-boro jadian lagi, yang ada mereka bertengkar terus setiap kali ketemu. Ban Do dan Jin Joo pada akhirnya memutuskan untuk mengejar cinta pertama mereka.

Di masa kuliah, cinta pertama Ban Do adalah gadis cantik dari Jurusan Tari Balet, namanya Min Se Young. Teman-temannya Ban Do bilang, dia pengecut banget kalau berhadapan sama Se Young, bicara pasti terbata-bata, boro-boro nyatain cinta. Tapi begitu Ban Do yang dari masa depan datang, sikapnya langsung berubah. Dengan gentle-nya Ban Do kasih banyak perhatian buat Min Se Young. Bahkan gadis itu benar-benar jatuh hati sama dia.

Sementara Jin Joo, dia sebenarnya nggak punya cinta pertama. Tapi yang dia ingat, dulu ada seniornya yang pernah mengajak dia kencan (tapi sebenarnya ditolaknya). Di masa depan, Jin Joo pernah melihatnya di berita TV, seniornya yang berwajah ganteng itu belum juga menikah. Sampai-sampai Jin Joo berpikir itu karena seniornya nggak bisa move on darinya *asliguepengenngakak. Nah, otomatis begitu Jin Joo kembali ke masa mudanya, dia mencoba mendekati si senior, pasang senyum sok perhatian ke doi. Padahal itu adalah sehari setelah Jin Joo menolak mentah-mentah ajakan si senior. Dan nggak hanya menolak, Jin Joo juga mempermalukannya di depan banyak orang. Jin Joo bilang si seniornya itu “bau keringat”.

cewek mana yang tahan ditatap begini sama senior ganteng
(meskipun bau keringat wkwkwk)

Sebenernya sisi cerita tentang Jin Joo dan senior gantengnya ini cukup bikin gregetan. (Dan aku benar-benar telat menyadari kalau JANG KI YOUNG ITU GANTENG *tetibacapslockjebol xP). Karakter Jang Ki Young di sini mungkin terlalu sempurna, layaknya cowok-cowok idaman di drama Korea. Tapi keluguan dan kepolosannya terhadap perasaannya sendiri itu yang bikin gemez gimanaaa gitu. Mulanya kan dia ngajak Jin Joo kencan memang cuma spontanitas, bukan karena suka. Tapi beberapa kali dia ketemu Jin Joo (baik si cewek ini sadar atau nggak), selalu di saat Jin Joo lagi nangis-nangisnya. Lucunya, dia menyamakan Jin Joo dengan seekor kucing liar yang dia temukan di sekitaran kampus. Gimana ceritanya coba cowok yang perhatian ke cewek tapi dilampiaskan ke kucing? *ngakakdalamhatiaja. Ujung-ujungnya sih benih-benih cinta tumbuh di hati senior yang selalu berpenampilan ganteng dan maskulin dalam setiap kesempatan ini *eh.

Sedihnya, aku harus menyadarkan diri sendiri bahwa sedari awal alur drama ini membawa ceritanya pada bersatunya kembali tokoh utama wanita dengan tokoh utama pria. Tidak ada kesempatan bagi senior ganteng untuk mengubah nasib Jin Joo *eh.

Lagi pula Ban Do dan Jin Joo punya Seo Jin, putra kecil mereka yang imut dan menggemaskan. Kalau mereka memilih pasangan lain untuk mengubah nasib, Seo Jin tidak akan pernah lahir di masa depan. Itu yang selalu membuat Jin Joo menangis tiap malam, imbas dari rasa rindu dan penyesalannya kembali ke masa lalu. Dan tidak hanya Jin Joo, Ban Do juga merasakan kehilangan yang sama. Dia selalu mengingat masa-masa ketika memeluknya, bermain dengannya, tertawa bersamanya. Di sini diperlihatkan, bagaimanapun terlukanya hati karena pasangan, ada anak, buah cinta yang seolah menjadi obat. Salah satu alasan paling logis untuk mempertahankan rumah tangga. Karena suami maupun istri bisa menjadi mantan. Tapi bagi anak, tidak pernah ada mantan ayah atau mantan ibu. Keduanya selamanya akan jadi ayah dan ibu. Dan bagaimana mungkin sang anak sempurna kebahagiaannya jika cinta ayah dan ibunya terbelah?

Kembali ke masa lalu untuk Choi Ban Do dan Ma Jin Joo membuat mereka dapat kembali melihat dan memahami dari sisi yang berbeda. Mereka akhirnya menemukan alasan mengapa mereka jatuh cinta. Hingga kemudian masing-masing mampu menghargai perasaan itu.

Drama ini kurasa recommended untuk pasangan suami istri. Tidak hanya bagi mereka yang sedang dalam masalah, berniat untuk berpisah. Tapi juga bagi mereka yang sedang baik-baik saja, untuk terus mempertahankan apa yang telah mereka bangun, apa yang telah mereka miliki, agar hal terburuk yang akan disesali di kemudian hari tidak terjadi.

Semoga bermanfaat…

Kamis, 29 Maret 2018

Istana Untuk Si Pemaaf

Aku lagi rindu mengisi blog ini setelah sekian lama terabaikan. Sayangnya penyakit WB-ku ternyata separah itu hingga membuatku kesulitan bahkan hanya untuk menulis blog. Jadi kucoba mengisi waktu-waktu menyebalkan ini dengan memposting ulang sharing bermanfaat yang kudapatkan dari WhatsApp.

Ini sebuah kisah tentang orang pemaaf yang diceritakan oleh malaikat pada Rasulullah saw, terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim, dengan sanad yang shahih.


Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Di tengah perbincangan, tiba-tiba Rasulullah saw. tertawa ringan sampai-sampai terlihat gigi depannya.

Umar r.a. yang berada di di situ bertanya, "Demi engkau, ayah dan ibuku sebagai tebusannya, apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?"

Rasulullah saw. menjawab, "Aku diberitahu malaikat, bahwa pada hari kiamat nanti ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala mereka di hadapan Allah. Salah satunya mengadu kepada Allah sambil berkata, ‘Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim kepadaku.' Allah SWT berkata, 'Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikitpun?' Orang itu berkata, 'Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa-dosaku dipikul olehnya.'"

Sampai di sini, mata Rasulullah saw. berkaca-kaca. Rasulullah saw. tidak mampu menahan tetesan air matanya. Beliau menangis. Lalu beliau Rasulullah berkata, Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosa nya."

Rasulullah SAW melanjutkan kisahnya. "Lalu Allah berkata kepada orang yang mengadu tadi, 'Sekarang angkat kepalamu.' Orang itu mengangkat kepalanya, lalu ia berkata, 'Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasananya yang terbuat dari emas dan perak bertatahkan intan berlian. Istana-istana itu untuk Nabi yang mana, ya Rabb? Untuk orang shiddiq yang mana, ya Rabb? Untuk Syuhada yang mana, ya Rabb?' Allah berkata, 'Istana itu diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya.' Orang itu berkata, 'Siapakah yang bakal mampu membayar harganya, ya Rabb?' Allah berkata, 'Engkau mampu membayar harganya.' Orang itu terheran-heran, sambil berkata, 'Dengan cara apa aku membayarnya, ya Rabb?' Allah berkata, ‘Caranya engkau maafkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kauadukan kezalimannya kepada-Ku.' Orang itu berkata, 'Ya Rabb, kini aku memaafkannya.' Allah berkata, 'Kalau begitu, gandeng tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk surga bersamamu.'"

Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah saw. berkata, "Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian SALING BERDAMAI dan MEMAAFKAN, sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di antara kaum muslimin."

Kamis, 25 Januari 2018

Jalan-Jalan Ke Lombok [Part I] : Eksplorasi Gili Trawangan

Daripada Bali, aku lebih kepingin liburan ke Lombok. Entah kenapa ya, mungkin masalah selera sih. Meskipun belum pernah ke Bali, aku merasa kesan dari pulau itu adalah ramai, udah terlalu banyak jadi pilihan destinasi wisata, dan (denger-denger) pantainya udah lumayan tercemar. Sementara Lombok, agaknya lebih banyak spot-spot yang masih alam terbuka banget seperti Pantai Pink dan Gunung Rinjani.

Akhirnya kesempatan untuk ke sana pun tiba. Horeee!

Pulau Lombok dan 3 Gili yang tampak dari
ketinggian pesawat
Sebenarnya acara jalan-jalan ke Lombok ini disponsori oleh kantor. Agenda meeting tahunan yang biasanya diselenggarakan di luar kota. Tahun ini diadakan di Mataram, Lombok. Dengan 3 hari agenda meeting, sisa 2 hari acara senang-senang. Sayangnya karena waktu untuk travelling-nya terlalu sedikit, kami nggak banyak mengeksplorasi destinasi wisata di Lombok. Kami pun harus puas hanya dengan menikmati Gili Trawangan dan city tour Kota Mataram. Padahal udah ngebayangin guling-guling di merah mudahnya pasir Pantai Pink, atau liat sunrise di puncak Gunung Rinjani xD

Fyi, Lombok memiliki 3 gili yang selalu jadi pilihan destinasi favorit para wisatawan, terutama para bule nih. Nama gili sendiri artinya pantai. Yang terkenal dari ketiganya adalah Gili Trawangan. Pulaunya yang berukuran paling besar (lihat di foto samping). Ini adalah gili yang paling ramai dikunjungi wisatawan, kebanyakan oleh anak-anak muda terutama pada saat musim liburan. Karena pilihan hiburan yang tersedia bersifat sporty, seperti snorkeling, scuba diving, dll, ditambah live music yang berlangsung sepanjang malam. Sedangkan pulau yang terletak di tengah adalah Gili Meno. Ini cocok untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Bernuansa tenang dan romantis. Juga cocok untuk wisatawan yang ingin berelaksasi di tengah kesunyian. Sementara pulau ketiga bernama Gili Air. Ini lebih sesuai untuk wisatawan yang datang bersama keluarga. Karena di pulau ini paling banyak dihuni oleh penduduk. Fasilitasnya lengkap, mulai dari tempat penginapan, sarana hiburan, serta rumah ibadah. Transportasi juga memadai.

Jumat pagi, kami sarapan terakhir di hotel tempat kami menginap selama meeting di Mataram. Sekitar pukul 7, kami berangkat dengan bus menuju dermaga (apa ya namanya, letaknya di daerah Senggigi). Dari sana kami menaiki perahu cepat menyebrang ke Gili Trawangan. Dengan kondisi angin kencang dan ombak lumayan besar, perahu cepat kami berlompat-lompatan seperti kelinci. Seru. Kalau kalian pernah naik Kora-Kora di Dufan, nah sensasinya hampir persis. Tapi ini tanpa sabuk pengaman apapun, jadi rasanya lebih tegang lagi. Apalagi isi rombongan kami kebanyakan perempuan. Bisa bayangkan sendiri bagaimana riuhnya. Untung aja sih abang-abang pengemudi perahu cepat nggak jengkel sama kelakuan kami, kan ngeri juga kalau tiba-tiba kami diceburin ke tengah laut gara-gara kelewat histeris.

Perahu cepat bertenaga motor, transportasi utama yang dipakai
untuk menyeberang Mataram - Gili (Trawangan, Meno, Air).

Perjalanan menyebrang sekali tempuh memakan waktu sekitar 15-20 menit, tergantung ukuran perahu. Pada saat berangkat, rombonganku dapat bagian di perahu cepat yang ukurannya lebih kecil, muat menampung sekitar 10 orang. Perjalanan dengan perahu yang lebih kecil ini memakan waktu kurang lebih 20 menit. Sementara perahu yang lebih besar dengan kapasitas 20 orang bisa menempuh perjalanan 10 menit lebih cepat.

Goyangnya perahu nggak membuatku mabuk laut. Untunglah. Sudah beberapa kali naik perahu dengan goyangan kencang seperti ini nggak membuatku pusing. Justru waktu dulu naik kapal besar dalam perjalanan pulang kampung (sudah bertahun-tahun yang lalu, waktu masih bocah), aku nggak bisa ke mana-mana, maunya tiduran aja di dalam kapal karena mabuk laut parah. Entah faktor umur, atau memang kali ini aku lebih menikmati perjalanan ini, lebih fokus ke keindahan lautan Lombok, sehingga kepalaku nggak sempat dibuat pusing xD

Setibanya di Gili Trawangan, kami langsung memulai agenda eksplorasi dengan snorkeling! Kami digiring oleh pemandu wisata menaiki perahu kayu untuk menepi ke tepi pantai, memakai peralatan snorkeling seperti pelampung dan goggle beserta selang pernapasannya. Yang aku heran, kami tidak dilengkap dengan sepatu katak. Seingatku waktu snorkeling di Pulau Tidung dulu, kami memakai sepatu katak seperti penyelam profesional. Oke, lupakan saja. Karena inti hari ini adalah bersenang-senang!

Perahu kami membelah lautan menuju sedikit ke tengah. Sebenarnya aku agak bingung juga, lama kami berputar-putar di atas air, entah mencari spot bagus atau apa, sudah begitu ombaknya besar, sesekali perahu kami terhantam cukup keras hingga rasa-rasanya seperti mau terbalik. Cuaca di langit juga sedikit mendung, gerimis menerpa wajah bersama tampias air laut yang diterjang perahu kami. Kabar baiknya, dengan sinar matahari yang nggak begitu terik nggak membuat kulit para gadis jadi belang. Hahaha!

Begitu perahu berhenti, kami semua menceburkan diri ke air. Bukan menceburkan diri sih, lebih tepatnya turun pelan-pelan lewat tangga di sisi perahu *hahahaa... Maklum saja lah, bagi sebagian besar dari kami, snorkeling adalah pengalaman pertama. Agak takut juga nyebur ke air. Untukku, ini sudah pengalaman ke dua setelah trip ke Tidung beberapa tahun yang lalu. Tapi tetap aja nggak ada bedanya untuk orang yang nggak bisa berenang sepertiku. Lebih baik cari aman, turun pelan-pelan ke air via tangga xD

pasukan biru-kuning

pasang gaya tetap nggak lupa :p

Entah spot tempat kami snorkeling ini salah pilih, atau memang seluruh tempatnya seperti itu. Menurutku pribadi, masih lebih bagus pemandangan bawah lautnya Pulau Tidung. Di sini jarak dari permukaan air ke bawah terlalu jauh, karang tidak terlalu bisa dilihat dengan jelas. Dan untuk orang yang nggak bisa berenang sepertiku, meluncur ke bawah adalah persoalan sulit. Jadi intinya selama kurang lebih 30 menit itu kami cuma berendam aja di atas air laut, foto-foto, ketawa-ketawa (karena excited sama pengalamannya), habis itu naik lagi ke atas perahu setelah seluruh badan pegal dipaksa berenang. Hahaha... Makanya kubilang intinya bersenang-senang xP

Kembali ke daratan. Sambil menunggu para lelaki menunaikan Sholat Jumat, kami para perempuan berbilas, rapi-rapi, dan menikmati santap siang. Nggak bisa dibilang menikmati juga sih, makanannya jujur nggak enak. Kalau ini masalah selera, toh mungkin cuma aku dan segelintir orang yang bilang begitu. Tapi ini hampir semua orang. Kata orang, perut lapar membuat makanan apapun terasa enak. Mungkin kali ini pengecualian.

Tiba waktunya kami menuju ke hotel. Mbak pemandu wisata kami bilang, hotel ini termasuk salah satu hotel termahal di Gili Trawangan. (Lumayan juga liburanku kali ini, sudah dibayarin kantor, dikasih tempat nginap termahal pula xD). Dari tempat makan siang menuju hotel, kami menaiki cidomo. Itu adalah kendaraan sejenis delman, kereta kayu yang ditarik seekor kuda. Cidomo merupakan transportasi utama yang dipakai sehari-hari di pulau ini, karena di sini nggak diperkenankan memakai kendaraan bermotor demi udara bebas polusi. Kata mbak pemandu kami, cidomo itu terdiri dari akronim 3 benda, cikar, dokar, motor. Disebut motor karena rodanya menggunakan ban mobil. Sensasinya sama saja seperti naik delman. Satu cidomo bisa menampung 4 orang (ditambah 1 orang kusir yang duduk di depan).

Jalanan di pulau ini sayangnya belum dibuat mulus. Masih tanah berbatu-batu, kadang cerukan dalam yang terisi air genangan. Sudah kudanya lari macam orang kebelet pipis, jalanannya nggak rata. Kami harus pegangan kuat-kuat biar nggak kelempar jatuh. Setelah di atas cidomo, aku baru paham mengapa pemandu wisata meminta kami hanya membawa satu tas berisi pakaian seadanya. Kebayang repotnya jika kami membawa koper sebesar-besar itu ke atas cidomo.

Hotel yang dibilang tempat menginap termahal di Gili Trawangan itu ternyata memang tempatnya betulan bagus. Kamar-kamarnya dibuat seperti pondokan, tata letaknya diatur seperti komplek perumahan yang asri tertutup pepohonan. Suasananya sejuk dan tenang. Tapi begitu malam terasa agak seram juga sih. Lampu penerangan nggak dibuat maksimal. Hotel menyediakan sewa sepeda buat yang merasa terlalu jauh menempuh jarak dari kamar menginap ke pantai. Mereka juga punya kolam renang di halaman depan. Teman sekamarku, seperti belum puas basah-basahan di laut, tiba di hotel langsung nyebur ke kolam. Sementara aku dan yang lain lebih memilih beristirahat di kamar.

Kamar kami lumayan nyaman. Furniturnya serba kayu, membuatku merasa seperti menginap di sebuah pondok betulan. Kamar mandi dan toilet letaknya di belakang, dengan atap terbuka. Buat kami yang nggak terbiasa, mau mandi atau buang air jadi agak was-was. Untungnya udara di pulau ini nggak terlalu dingin, jadi kami nggak perlu menggigil mandi di "alam terbuka" xD

Sore harinya ceritanya mau menunggu matahari tenggelam. Setelah rapi-rapi, kami langsung menuju pantai yang letaknya persis di depan hotel. Menurut mbak pemandu kami, ikon yang paling dicari di Gili Trawangan adalah ayunan yang letaknya persis di bibir pantai. Tapi sore itu laut sedang pasang, ketinggian air bertambah beberapa sentimeter hingga merendam ayunan setinggi paha orang dewasa. Kalau saja aku tahu begitu, aku bakal datang dengan baju basah bekas snorkeling tadi siang. Supaya nggak pakai takut basah berfoto ria sambil main air di ayunan. Berhubung baju yang kupakai saat itu tinggal satu-satunya yang kering, terpaksa aku memendam hasrat untuk ikut senang-senang bersama yang lain.

(Tapi pagi esok harinya, air laut surut hingga bermeter-meter ke belakang. Permukaan air laut yang merendam bibir pantai jadi dangkal. Tampak sekali hamparan kecokelatan menyembul di permukaan. Pagi itu akhirnya aku punya kesempatan berfoto cantik di atas ayunan ikonik ini. Tapi maaf saja, fotonya khusus konsumsi probadi :P)

Ayunan Ombak Sunset, tempat ikonik yang paling
dicari dan jadi tempat favorit berfoto para wisatawan

cuma bisa mengabadikan keceriaan teman-teman dari pinggir
pasir :")

Dan satu lagi yang kusayangkan dari sore hari itu adalah kami nggak bisa melihat indahnya matahari terbenam karena tertutup awan. Memang seharian langitnya kurang cerah, lebih sering mendung dan gerimis halus.

Padahal udah ngebayangin bakal dapat foto sunset yang keren.
Jadinya cuma begini :(

Makan malam kami cukup romantis. Hotel "memindahkan" restoran ke tepi pantai. Meja-meja bundar diatur sedemikian rupa di atas hamparan pasir, dipercantik dengan lampu-lampu gantung yang dipasang dengan galah bambu. Debur ombak dan semilir angin yang bertiup-tiup menambah meriah suasana. Dan tidak lupa kami ditemani live performance dari band lokal (suara vokalisnya renyah bikin nagih xP).

Setelah beberapa jam menetap di Gili Trawangan, aku merasa deja vu dengan Pulau Tidung. Suasananya mirip-mirip. Pulau kecil. Pantai. Pasir Putih. Laut jernih. Pepohonan nyiur. Lalu-lalang sepeda. Bedanya di Tidung sudah jauh lebih ramai bangunan-bangunan penginapannya (dan rumah penduduk juga). Dan maaf saja, lautnya sudah cukup tercemar dengan banyaknya sampah yang jika dilihat dari kejauhan tampak seperti pulau.

Di Gili Trawangan, tentu saja kebersihan lautnya masih terjaga. Juga di sini masih cenderung sepi, masih banyak lahan kosong yang hanya berisi hamparan pohon nyiur. Tapi tempat hiburan di sini cukup menjamur, terutama di pinggiran pantai. Kelab-kelab yang menyuguhkan live music atau DJ performance, dan yang pasti menyediakan minuman beralkohol. Makanya aku agak ngeri juga jalan malam-malam. Nggak seperti beberapa teman yang memilih keluar cari hiburan ala bule lantas pulang hampir pagi. Lebih baik aku bobo manis di hotel setelah perut kenyang. Karena besok harinya kami masih punya agenda city tour. Kembali ke Kota Mataram!


bersambung...


p.s. foto-foto dalam postingan ini adalah dokumentasi pribadi, mohon untuk tidak mengambil sembarangan tanpa izin dari penulis/pemilik blog