CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 03 Juni 2015

Semu

Siapa yang bakal senang melihat setumpuk pekerjaan menunggu di meja kerja? Sudah begitu, masih banyak email yang belum dibaca. Entah berapa draft yang menanti diselesaikan. Ditambah lagi tumpukan dokumen baru yang akan segera diantarkan dari ruangan si bos ke mejaku.

Lihatlah si bos keluar dari ruangannya, berjalan dengan langkah besar-besar ke tempatku. Dia berhenti tepat di muka mejaku. Wajah masamnya entah bagaimana tiba-tiba berubah aneh--bukan, maksudku bibirnya melengkungkan seulas senyum. Yah, si bos memang jarang sekali tersenyum. Tidak pernah malah. Makanya bakal jadi aneh bila tiba-tiba dia tersenyum. Padaku? Apa aku sedang bermimpi?

Di atas mejaku, laki-laki paruh baya menjelang tua itu meletakkan sesuatu. Mataku seketika melotot begitu menyadari benda apa itu. Selembar tiket pesawat, tujuan Belitung. Namun secepat mungkin kutepis jauh-jauh bayangan pantai berpasir putih yang tiba-tiba menyelimuti benakku gara-gara tiket itu. Lupakan. Itu bukan untukmu!

"Lin, kamu ambil cuti seminggu penuh mulai besok. Bersantailah," kata si bos.

Tunggu dulu. Benarkah dia bicara padaku? Kepalaku menengok ke kanan dan kiri, tidak ada siapapun di sini selain aku, karena rekanku di satu lantai ini sudah pulang semua sejak setengah jam yang lalu. Jadi, si bos benar bicara padaku? Tadi sih dia memang menyebut nama kecilku. Tapi telingaku tidak salah dengar, kan?

"Kenapa diam aja, Lin? Kamu nggak suka ke pantai?" Si bos menjentik-jentikkan jarinya di depan wajahku, membuyarkan lamunanku.

Cepat-cepat aku menggeleng. Siapa bilang aku tidak suka pantai. Aku suka sekali pantai! Membayangkannya saja membuat hatiku damai. Pasir putih yang hangat, lembut ketika membenam kaki telanjangku. Lidah ombak menjilat-jilat sepanjang aku menyisiri pantai. Syahdunya desir ombak. Dan harumnya air laut. Lihatlah birunya hamparan samudra ke tengah sana, serasi dengan jingganya langit senja. Di ufuk barat, sang mentari hendak pulang ke peraduannya. Sungguh luar biasa....

"Lin, kamu dengar, nggak?"

Si bos menjentik-jentikkan lagi jarinya di depan wajahku, membuyarkan lamunan indahku.

Kepalanya menggeleng-geleng menatapku. Senyumnya tadi hilang, tinggal wajah masamnya yang tersisa. Matanya tajam menusuk, seakan-akan aku baru saja membuat dosa besar. Eh, apa salahku?

Bukankah mulai besok aku akan dapat cuti seminggu dan liburan gratis ke Belitung? Tapi ke mana tiket pesawatnya? Yang ada di mejaku hanya setumpuk laporan. Ditambah tampang galak yang seolah-olah siap menerkamku kapan saja.

"Selesaikan itu hari ini juga. Saya mau besok semuanya sudah ada di meja saya. Kamu dengar, Lin?"

Aku mengangguk patah-patah. Sepatah semangatku barusan. Sepertinya aku terlalu lelah untuk mengkhayalkan semua kenikmatan tadi.

Yang benar saja. Bukannya dapat liburan gratis, aku malah ketiban sial dapat tambahan pekerjaan. Apa yang kuharapkan? Liburan gratis ke pantai? Pasir hangat dan jilatan ombak? Hah! Semu!

#NulisRandom2015 #day3

Selasa, 02 Juni 2015

Mawar (Tak) Berduri [Bagian 1]

Namaku Dulcina, yang dalam bahasa latin berarti bunga mawar. Entah dari mana orangtuaku mendapatkan nama itu. Orang bilang nama adalah doa. Boleh jadi ayah dan ibuku berharap aku akan tumbuh besar seharum dan secantik bunga mawar.

Mungkin berkat doa dalam namaku juga aku tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Banyak lelaki terpesona oleh paras ayuku. Bahkan umurku baru 13 tahun ketika seorang pria dari kota seberang datang ke rumah untuk meminangku. Tentu saja orangtuaku menolak baik-baik karena aku masih terlalu muda untuk berumah tangga.

Aku cantik rupawan seperti impian semua gadis di dunia. Namun hidupku tidak semerta-merta bahagia karena parasku yang sempurna. Keluargaku terpaksa menjalani kehidupan yang berubah seratus delapan puluh derajat setelah usaha jual kain keluarga harus gulung tikar karena ayahku kena tipu. Kami bangkrut, kami miskin mendadak. Saat itu usiaku 14 tahun. Aku dan kakakku berhenti sekolah karena tidak ada biaya. Ayahku bekerja serabutan, sementara ibuku hanya berdiam di rumah karena malu dan meratapi nasib sial kami. Ayah dan ibuku pun mulai sering bertengkar. Ibu tak bisa cari uang karena malu, sementara ayah mulai hobi bermain judi. Ayah mulai berutang pada lintah darat, untuk berjudi. Ibu mulai sakit-sakitan karena tidak kuat menanggung beban kemiskinan. Kakakku berusaha menjual kue, namun hasilnya lebih sering dirampas Ayah untuk berjudi. Keluarga kami berantakan.

Suatu hari, orang-orang suruhan lintah darat datang ke rumah kami. Mereka menagih utang pada Ayah. Tapi tentu saja Ayah tak punya sepeserpun untuk menggantinya. Tiba-tiba salah satu dari mereka menarik lengan Aida, kakakku. Katanya Aida akan menjadi ganti utang-utang Ayah pada mereka. Ibu mengamuk, berusaha menghentikan mereka membawa Kak Aida. Sementara Ayah diam saja seperti orang tak berdaya. Hari itu benar-benar mengerikan. Aida dibawa pergi oleh kaki-tangan lintah darat demi membayar utang-utang ayah. Dan ayah kami tak sanggup berbuat apa-apa.

Itu baru cerita awalnya, karena sesungguhnya nasibku jauh lebih menyedihkan daripada Kak Aida. Jika kakakku dibawa karena terpaksa, maka aku sebaliknya. Ayah tanpa berat hati menjualku ke seorang lintah darat yang lain demi mendapatkan pinjaman besar untuk berjudi. Ayahku sudah benar-benar gila.

*bersambung

*terinspirasi dari lagu Bunga Di Tepi Jalan by Koes Plus, dipopulerkan kembali oleh Sheila on 7*

#NulisRandom2015 #day2

Senin, 01 Juni 2015

Berani Tinggalkan Zona Nyaman

Seorang kawanku pernah bilang, bila ingin sukses maka harus berani keluar dari zona nyaman.

Strugle, strugle, strugle.

Tak boleh mengenal kata menyerah untuk berjuang. Karena hidup penuh perjuangan.

Ketika kita masuk ke satu lingkungan kerja. Semua dimulai dari nol. Penguasaan materi pekerjaan. Adaptasi dengan rekan-rekan sejawat. Termasuk membiasakan diri dengan transportasi. Awalnya terasa asing, terasa berat. Namun perlahan ketika kita mulai bisa mengikuti arusnya, semua terasa begitu mudah. Lancar semulus jalan tol. Selama ada kesabaran dan kerja keras, maka kita bisa melampauinya.

Namanya manusia, sudah sifat lahiriahnya merasa tidak puas. Sudah mendapatkan sesuatu, selalu akan ada hal lain yang ingin dicapainya.

Untuk mereka yang ingin sukses, rasa tidak puasnya selalu lebih besar. Mereka akan meninggalkan zona nyaman mereka. Demi sesuatu yang belum didapatkannya, sesuatu yang jauh lebih tinggi dari pijakannya sekarang. Mereka rela meninggalkan semua kenyamanan itu. Mereka rela memulai segalanya dari nol lagi.

Ini adalah sebuah pertaruhan. Jikapun dia tidak berhasil mencapainya di kemudian hari, akan ada banyak hal yang bisa membuatnya belajar. Untuk melangkah lebih baik, untuk terhindar dari lubang yang sama.

#NulisRandom2015