CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 02 Juni 2015

Mawar (Tak) Berduri [Bagian 1]

Namaku Dulcina, yang dalam bahasa latin berarti bunga mawar. Entah dari mana orangtuaku mendapatkan nama itu. Orang bilang nama adalah doa. Boleh jadi ayah dan ibuku berharap aku akan tumbuh besar seharum dan secantik bunga mawar.

Mungkin berkat doa dalam namaku juga aku tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Banyak lelaki terpesona oleh paras ayuku. Bahkan umurku baru 13 tahun ketika seorang pria dari kota seberang datang ke rumah untuk meminangku. Tentu saja orangtuaku menolak baik-baik karena aku masih terlalu muda untuk berumah tangga.

Aku cantik rupawan seperti impian semua gadis di dunia. Namun hidupku tidak semerta-merta bahagia karena parasku yang sempurna. Keluargaku terpaksa menjalani kehidupan yang berubah seratus delapan puluh derajat setelah usaha jual kain keluarga harus gulung tikar karena ayahku kena tipu. Kami bangkrut, kami miskin mendadak. Saat itu usiaku 14 tahun. Aku dan kakakku berhenti sekolah karena tidak ada biaya. Ayahku bekerja serabutan, sementara ibuku hanya berdiam di rumah karena malu dan meratapi nasib sial kami. Ayah dan ibuku pun mulai sering bertengkar. Ibu tak bisa cari uang karena malu, sementara ayah mulai hobi bermain judi. Ayah mulai berutang pada lintah darat, untuk berjudi. Ibu mulai sakit-sakitan karena tidak kuat menanggung beban kemiskinan. Kakakku berusaha menjual kue, namun hasilnya lebih sering dirampas Ayah untuk berjudi. Keluarga kami berantakan.

Suatu hari, orang-orang suruhan lintah darat datang ke rumah kami. Mereka menagih utang pada Ayah. Tapi tentu saja Ayah tak punya sepeserpun untuk menggantinya. Tiba-tiba salah satu dari mereka menarik lengan Aida, kakakku. Katanya Aida akan menjadi ganti utang-utang Ayah pada mereka. Ibu mengamuk, berusaha menghentikan mereka membawa Kak Aida. Sementara Ayah diam saja seperti orang tak berdaya. Hari itu benar-benar mengerikan. Aida dibawa pergi oleh kaki-tangan lintah darat demi membayar utang-utang ayah. Dan ayah kami tak sanggup berbuat apa-apa.

Itu baru cerita awalnya, karena sesungguhnya nasibku jauh lebih menyedihkan daripada Kak Aida. Jika kakakku dibawa karena terpaksa, maka aku sebaliknya. Ayah tanpa berat hati menjualku ke seorang lintah darat yang lain demi mendapatkan pinjaman besar untuk berjudi. Ayahku sudah benar-benar gila.

*bersambung

*terinspirasi dari lagu Bunga Di Tepi Jalan by Koes Plus, dipopulerkan kembali oleh Sheila on 7*

#NulisRandom2015 #day2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar