CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 09 November 2013

Pisau yang Menancap

Cinta itu ibarat pisau dengan ujung mata yang tajam.

Saat kita berani untuk jatuh cinta, ketika itu kita merelakan hati tertancap oleh sebilah pisau. Mereka yang jatuh cinta justru tidak akan merasakan sakitnya tertusuk pisau. Tapi rasa sakit itu baru akan dirasakan nanti. Mau percaya atau tidak, cepat atau lambat, cinta seperti apapun akan menimbulkan rasa sakit pada waktunya. Bukankah sudah banyak kasusnya?

Ketika cinta itu tidak lagi memberikan kebahagiaan.

Ketika cinta itu tidak lagi menyisakan kepercayaan.

Ketika cinta itu tidak lagi menghadirkan kesetiaan.

Cinta tinggalah luka.

Tapi sudah tahu hati terluka, terkadang kita enggan untuk menyerah. Kita memilih untuk bertahan, dengan sisa-sisa harapan yang masih mengakar demi serpihan cinta yang tersisa. Berkeras hati untuk menahan sakit. Tidak ingin segera melepasnya dengan alasan tak kuat menahan sakit yang lebih lagi jika cinta itu nanti dilepas.

Ibarat luka yang dalam tertancap belati. Sakit terasa menusuk. Jika belati itu dicabut, sakitnya takkan tertahan. Tapi jika belati itu dibiarkan menancap, mungkin luka itu belum mengeluarkan darah. Tapi sakitnya meski sedikit tetap akan menyiksa. Pelan-pelan tapi menggerogoti. Perlahan tapi pasti akan membusuk.

Bukankah jauh lebih baik dicabut? Dilepaskan? Rasanya pastilah sakit. Lukanya pastilah mengeluarkan banyak darah. Tapi sembuhnya akan lebih cepat. Begitu diobati, pelan-pelan lukanya akan tertutup. Pelan-pelan sakitnya hilang.

Sama seperti hati kita. Hati manusia.

Buat apa mempertahankan sesuatu yang terus saja membuat hati terluka dengan tusukan itu? Lebih baik dicabut sebelum membusuk. Lebih baik dilepaskan sebelum membuatnya lumpuh. Biar waktu yang akan menyembuhkan. Biar waktu yang akan membuatnya lupa akan rasa sakit itu.

Bukankah sejatinya cinta adalah melepaskan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar